ANALISA MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)
1.
Definisi AMDAL
Analisis Mengenaai Dampak Lingkungan
(AMDAL) adalah suatu kegiatan (studi) yang dilakukaan untuk meng identifikasi,
memprediksi, menginterpretasikan dan mengkomunikasikan pengaruh suatu rencana
kegiatan terhadap lingkungan.
Dari definisi secara akademis ini
kemudian dirumuskan definisi hukum dalam perundang-undangan, antara lain :
a. Menurut Peraturan Pemerintah No.
29 Tahun 1986 Pasal 1 ayat 1
(pelaksaanaan Pasal 16 Undaang-undang Lingkungan Hidup Tahun 1982) merumuskan sebagai berikut :
(pelaksaanaan Pasal 16 Undaang-undang Lingkungan Hidup Tahun 1982) merumuskan sebagai berikut :
“Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) adalah hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang direncanakan
terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan.”
(Ebisemiju dalam Silalahi, 1995 : 23).
b. Menurut Peraturan Pemerintah No.
51 Tahun 1993 yang menyatakan sebagai berikut :
“Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah hasil studi mengenai dampak penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan.” (Fandeli, 1995 : 34).
“Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah hasil studi mengenai dampak penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan.” (Fandeli, 1995 : 34).
2.
Dasar Hukum AMDAL
Sebagai
dasar hukum AMDAL adalah UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengolahan lingkungan hidup dan di dukung oleh paket keputusan menteri
lingkungan hidup No. 14 tahun 2010 tentang dokumen lingkungan hidup bagi usaha dan atau
kegiatan yang telah memiliki izin usaha dan
atau kegiatan tetapi belum memiliki dokumen lingkungan hidup.
3.
Tujuan dan Sasaran AMDAL
Tujuan dan sasaran AMDAL adalah
Untuk menjamin agar suatu usaha dan/atau kegiatan pembangunan dapat beroperasi
secara berkelanjutan tanpa merusak dan mengorbankan lingkungan atau dengan kata
lain usaha atau kegiatan tersebut layak dari aspek lingkungan hidup. Pada
hakikatnya diharapkan dengan melalui kajian
AMDAL, kelayakan lingkungan sebuah rencana usaha dan/atau kegiatan pembangunan diharapkan mampu secara optimal meminimalkan kemungkinan dampak lingkungan hidup yang negative, serta dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efisien.
AMDAL, kelayakan lingkungan sebuah rencana usaha dan/atau kegiatan pembangunan diharapkan mampu secara optimal meminimalkan kemungkinan dampak lingkungan hidup yang negative, serta dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efisien.
AMDAL merupakan alat pengelolaan
lingkungan hidup untuk:
· Menghindari dampak
1.
Apakah proyek dibutuhkan?
2.
Apakah proyek harus dilaksanakan saat ini?
3.
Apakah ada alternatif lokasi?
· Meminimalisasi dampak
1.
Mengurangi skala, besaran, ukuran
2.
Apakah ada alternatif untuk proses, desain, bahan baku, bahan bantu?
· Melakukan mitigasi/kompensasi
dampak
1.
Memberikan kompensasi atau ganti rugi terhadap lingkungan yang rusak.
4.
Tata cara
Penulisan AMDAL
Izin
Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha
atau Kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau
Kegiatan.
Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian
mengenai dampak penting suatu Usaha atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan Usaha atau Kegiatan.
5. HASIL SURVEY
Data yang
ingindiperolehberupainformasidariwargasekitarrumah sakit Mitra Keluargadengan menggunakan kuisioner yang diberikan
secara langsung. Berikut adalah beberapa pertanyaan yang diberikan terhadap
warga sekitar rumah sakit Mitra Keluarga, yaitu:
1. Apakah dampak
yang ditimbulkan akibat pembangunan rumah sakit Mitra Keluarga?
2. Berapa jumlah
tempat tidur yang terdapat pada Rumah sakit mitra Keluarga?
3. Berapajumlah orang yang
terkenadampaklingkunganpembangunanrumah sakit Mitra Keluarga?
4. Berapabanyak wilayah yang
terkenadampaklingkunganpembangunanrumah sakit Mitra Keluarga?
ANALISIS
Proses
pembuangan Limbah cair yang mengandung bahan berbahaya beracun yang tidak
memenuhi standar itu diduga dapat mencemari lingkungan rumah sakit. Wilayah di
sekitar rumah sakit Mitra Keluarga sebagian besar merupakan perumahan yang
sangat rentan terhadap pencemarah limbah cair yang dibuang melalui saluran air.
Jika terus dibiarkan maka akan membahayakan warga sekitar akibar pencemaran
yang diakibatkan oleh limbah beracun itu.
Jumlah tempat
tidur yang terdapat pada rumah sakit Mitra Keluarga adalah 220 tempat tidur. Berdasarkan PP No. 51 Tahun 1993, rumahsakit yang
terkenawajib AMDAL adalah rumah sakit dengan kapasitas lebih dari 400
tempattidur. Padakenyataannya RS Mitra Keluarga memiliki kapasitas tempat tidurk
urang dari 400 tempat tidur.
Jumlah orang yang
terkenadampaklingkunganpembangunanrumah sakit Mitra Keluarga yaitu
sekitar 250 orang. Jumlah tersebut berdasarkan data yang masuk ke rumah sakit
Mitra Keluarga akibat keluhan-keluhan masyarakat di sekitar rumah sakit Mitra
Keluarga Depok.
Banyak wilayah yang
terkenadampaklingkunganpembangunanrumah sakit Mitra Keluarga yaitu
sebanyak 3 sampai 5 wilayah. Wilayah tersebut dapat terkena langsung dampak
akibat pencemaran limbah rumah sakit karena wilaya tersebut jaraknya tidak jauh
dari lokasi rumah sakit.
6. Kesimpulan
Kesimpulan
merupakan jawaban dari tujuan yang telah diutarakan pada pendahuluan. Berikutiniadalahkesimpulanyaitu.
1.
Komponen
lingkungan hidup yang harus dipertahankan dan dijaga kelestariannya, ialah hutan
lindung, caga biosfer, sumber daya manusia, kualitasudara, warisanalam,
kenyamanan lingkungan hidup, dan nilai-nilai budaya yang berorientasi selaras dengan
lingkungan hidup.
2.
Rumah
sakit yang terkena wajib AMDAL adalah rumah sakit dengan kapasitas lebih dari
400 tempat tidur. Pada kenyataannya RumahSakitMitraKeluargaDepok memiliki
kapasitas tempat tidur kurang dari 400 tempat tidur berdasarkan PP No. 51 Tahun
1993.
3.
variabel yang menimbulkan kepuasanatauketidakpuasan
terhadap layanan yang diperoleh, ialah variabel laten yang merupakan konsep abstrak
dan variable teramati yang dapat diamati atau dapat diukur secara empires
dansering.
7. PERATURAN PEMERINTAH MENGENAI AMDAL
Dalam rangka
melaksanakan pembangunan berkelanjutan, lingkungan perlu
dijaga kerserasian hubungan antar berbagai kegiatan. Salah satu instrumen
pelaksanaan kebijaksanaan lingkungan adalah AMDAL sebagaimana
diatur dalam Pasal 16 UULH. Sebagai pelaksanaan Pasal 16 UULH, pada tanggal 5
Juni 1986 telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1986 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan yang mulai berlaku tanggal 5 Juni 1987 berdasarkan
Pasal 40 PP tersebut.
Dalam upaya melestarikan kemampuan
lingkungan, analisis mengenai damapak lingkungan bertujuan untuk menjaga agar
kondisi lingkungan tetap berada pada suatu derajat mutu tertentu demi menjamin
kesinambungan pembangunan. Peranan instansi yang berwenang memberikan keputusan
tentang proses analisis mengenai dampak lingkungan sudah jelas sangat penting.
Keputusan yang diambil aparatur dalam proses administrasi yangditempuh
pemrakarsa sifatnya sangat menentukan terhadap mutu lingkungan, karena AMDAL
berfungsi sebagai instrumen pencegahan pencemaran lingkungan.
Pada waktu berlakunya PP No. 29 Tahun 1986,
pemerintah bermaksud memberikan waktu yang cukup memadai yaitu selama satu
tahun untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan efektifitas berlakunya PP tersebut. Hal ini erat
hubungannya dengan persiapan tenaga ahli penyusun AMDAL. Di samping itu
diperlukan pula waktu untuk pembentukan Komisi Pusat dan Komisi Daerah yang
merupakan persyaratan esensial bagi pelaksanaan PP No. 29 Tahun 1986 tersebut.
PP 29 Tahun 1986 kemudian dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang diberlakukan pada tanggal
23 Oktober 1993.
Perbedaan utama antara PP tahun 1986 dengan
PP tahun 1993 adalah ditiadakannya dokumen penyajian informasi lingkungan (PIL) dan dipersingkatnya tenggang
waktu prosedur (tata laksana) AMDAL dalam PP yang baru. PIL berfungsi sebagai
filter untuk menentukan apakah rencana kegiatan dapat menimbulkan dampak
penting terhadap lingkungan atau tidak.
Sebagai instrumen pengelolaan lingkungan yang
bersifat preventif, AMDAL harus dibuat pada tahap paling dini dalam perencanaan
kegiatan pembangunan. Dengan kata lain, proses penyusunan dan pengesahan AMDAL
harus merupakan bagian dari proses perijinan satu proyek. Dengan cara ini
proyek-proyek dapat disaring seberapa jauh dampaknya terhadap lingkungan. Di
sisi lain, studi AMDAL juga dapat memberi masukan bagi upaya-upaya untuk
meningkatkan dampak positif dari proyek tersebut.
Instrumen AMDAL dikaitkan dengan sistem perizinan. Menurut Pasal 5 PP Nomor 51
Tahun 1993, keputusan tentang pemberian izin usaha tetap oleh instansi yang
membidangi jenis usaha atau kegiatan dapat diberikan setelah adanya pelaksanaan
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
yang telah disetujui oleh instansi yang bertanggung jawab.
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993
dimaksudkan untuk menyempurnakan kelemahan yang dirasakan dalam PP Nomor 29
Tahun 1986 tentang AMDAL. Namun, upaya penyempurnaan itu ternyata tidak
tercapai, bahkan terdapat ketentuan baru yang menyangkut konsekuensi yuridis
yang rancu (Pasal 11 ayat (1) PP AMDAL 1993). Meski demikian yang penting dalam
PP AMDAL 1993 ialah Studi Evaluasi Dampak Lingkungan (SEMDAL) bagi kegiatan
yang sedang berjalan pada saat berlakunya PP AMDAL 1986 menjadi ditiadakan.,
sehingga AMDAL semata-mata diperlukan bagi usaha atau kegiatan yang masih
direncanakan. Selanjutnya PP Nomor 51 Tahun 1993 dicabut dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999. Dalam PP 27 tahun 1999 ditetapkan 4 jenis
studi AMDAL, yaitu:
1. AMDAL proyek, yaitu AMDAL yang berlaku bagi
satu kegiatan yang berada dalam kewenangan satu instansi sektoral. Misalnya
rencana kegiatan pabrik tekstil, yang mmpunyai kewenangan memberikan ijin dan
mengevaluasi studi AMDALnya ada pada Departemen Perindustrian.
2. AMDAL Terpadu / Multisektoral, adalah AMDAL yang berlaku bagi
suatu rencana kegiatan pembangunan yang bersifat terpadu, yaitu adanya
keterkaitan dalam hal perencanaan, pengelolaan dan proses produksi, serta berada dalam satu kesatuan ekosistem dan
melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi. Sebagai contoh adalah
salah satu kegiatan pabrik pulp dan kertas yang kegiatannya terkait dengan
proyek Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk penyediaan bahan bakunya, Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk menyediakan energi, dan pelabuhan untuk distribusi
produksinya. Di sini terlihat adanya keterlibatan lebih dari satu instansi,
yaitu Departemen Perindustrian, Departemen Kehutanan, Departemen Pertambangan
dan Departemen Perhubungan.
3. AMDAL Kawasan, yaitu AMDAL yang ditujukan pada
suatu rencana kegiatan pembangunan yang berlokasi dalam satu kesatuan hamparan
ekosistem dan menyangkut kewenangan satu instansi. Contohnya adalah rencana
kegiatan pembangunan kawasan industri. Dalam kasus ini masing-masing kegiatan
di dalam kawasan tidak perlu lagi membuat AMDALnya karena sudah tercakup dalam
AMDAL seluruh kawasan.
4. AMDAL Regional, adalah AMDAL yang diperuntukan
bagi rencana kegiatan pembangunan yang sifat kegiatannya saling terkait dalam
hal perencanaan dan waktu pelaksanaan kegiatannya. AMDAL ini melibatkan
kewenangan lebih dari satu instansi, berada dalam satu kesatuan ekosistem, satu
rencana pengembangan wilayah sesuai Rencana Umum Tata Ruang Daerah. Contoh
AMDAL Regional adalah
pembangunan kota-kota baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar